04 April 2007
Waidi Akbar, Cert.NLP
Awalnya karena saya suka berwisata intelektual melalui membaca buku-buku sosial budaya, politik, filsafat, manajemen kontemporer, buku-buku motivasi dan dunia pikiran. “Wisata intelektual” saya itu sempat singgah sejenak karena ada istilah NLP. Setelah saya dalami, saya nikmati, apa yang dibahas disana khususnya tentang motivasi dan pengembangan diri, saya merasa bahwa saya termasuk pelaku NLP alami. Sebagian sudah saya jalankan, meski pun waktu itu saya belum mengenal ilmu ini.
Saya merasa tertarik untuk mendalaminya. Saya coba browsing di internet. Ternyata ilmu ini sudah berkembang pesat di Amerika, Eropa, Australia dan Asia. Di Indonesia masih sangat terbatas. Belum banyak berkembang. Gayung bersambut, universitas tempat saya bekerja melalui program pengembangan SDM memberikan kesempatan saya untuk mengikuti pelatihan NLP di Sydney Australia (2005).
Apakah NLP itu? NLP berawal dari tesis seorang mahasiswa, Richard Bandler, dengan profesornya, John Grinder pada tahun tujuh puluhan. Bandler ingin menjawab sebuah pertanyaan mendasar: kenapa seseorang bisa sukses sementara orang lain tidak? Setelah melakukan penelitian secara intens-sistematis, mereka menemukan sebuah jawabannya. Ternyata, orang-orang sukses dalam meraih keberhasilannya memiliki perilaku yang nyaris sama dalam hal strategi-strateginya. Kesemua strategi itu akhirnya dapat dikodifikasikan dan dimodelkan yang pada gilirannya dapat ditiru (dimodel) oleh orang lain yang ingin sukses.
Ada tiga istilah yang harus saya jelaskan secara harfiah. Neuro, berarti sel syaraf otak. Dalam konteks ini, bagaimana sel-sel tersebut mencatat atau merekam informasi di sekitas kita setelah mendapatkan stimulus. Menurut para ahli neuro science, sel syaraf otak kita menerima 4 juta item informasi per detiknya. Informasi itu masuk ke dalam alam pikir kita melalui peran sel-sel syaraf atau akson.
Menurut Pasiak (2204) dalam otak manusia terdapat akson yang berfungsi sebagai pemberi pesan dalam tubuh kita. Akson setelah menerima stimulus dari luar dan diproses melalui dua cara:1) sinyal listrik dan 2) sinyal kimiawi (neurotransmitter). Dengan proses listrik dan biokimiawi inilah informasi yang jumlahnya jutaan itu dicatat dan direkam. Sangat kompleks yang kita rekam, dari apa yang kita lihat, dengar, dan raba/pegang hingga apa yang kita baui dan kita rasakan melalui panca indera. Dengan kata lain, neuro berarti bagaimana sel-sel syaraf otak menerima informasi.
Semua yang kita sensing melalui panca indera itu, pencatannya membutuhkan kebahasaan (linguistic) sebagai alat bantu. Inilah unsur kedua dari pengertian harfiah NLP, yakni linguistic. Tanpa bahasa otak kita tidak bisa mereprentasikan, tidak bisa menggambarkan apa kita alami. Contoh betapa bahasa akan memudahkan kita untuk merepresentasikan sesuatu peristiwa agar pikiran mudah mencatat/merekamnya. Katakanlah Anda mengalami sebuah peristiwa makan pagi misalnya. Tentunya Anda dapat melihat (potret makan pagi) dalam pikiran Anda. Anda juga dapat merasakannya: enak, menyenangkan, membauinya dan mendengarkan tegukan air minumnya.
Semuanya itu tercatat/terekam dengan baik. Gambaran mental, imej terhadap peristiwa makan pagi, masih tercatat dengan baik. Namun problem muncul kemudian ketika Anda ingin menceritakan peristiwa yang menyenangkan itu kepada orang lain. Anda tidak akan bisa menceritakan ulang tanpa bantuan bahasa. Bahasa dengan demikian, satu sisi mempermudah bagaimana pikiran merepresntasikan sebuah peristiwa (representasi internal); pada sisi lain mempermudah bagaimana menceritakan ulang peristiwa tersebut kepada orang lain.
Setelah manusia secara neurologis dapat mengambil informasi, dan melalui bahasa manusia dapat merepresentasikan/mengomukasikannya ke orang lain; manusia dengan akal sehatnya dapat membuat sebuah rencana atau program-program tertentu agar kualitas hidupnya meningkat (sukses). Inilah yang disebut programming dalam NLP. Program-program ini juga tidak lepas dari peran bahasa.
Programming berarti mengacu sebuah rencana tindakan, strategi atau pola perilaku (pattern). Hampir semua tindakan atau aktifitas dapat dipolakan atau diprogramkan. Makan pagi, belajar, bekerja rutin nyaris membutuhkan pola-pola tindakan yang menjadi kebiasaan. Perilaku merokok pun ada pola tindakannya dimulai dari: membeli rokok,membuka, menyulutnya, menghirup dan merasakan kepulan asapnya, buang abu ke asbak hingga membeli lagi bila sudah habis.
Semua pola tindakan yang sudah membiasa, hampir tidak pernah kita kritisi lagi. Apakah pola tindakannya itu, programming-nya itu, dapat mengantarkan pelakunya ke tingkat kehidupan yang lebih baik, atau justru menjerumuskannya. Kebiasaan merokok, programming pikiran yang disebut merokok, nyaris tidak dikritisi lagi apakah justru memberdayakan atau merugikan karena hanya menghasilkan banyak efek negatifnya dari pada efek positifnya.
Programming dapat juga berarti pola pikir yang diaktualisasikan. Bila Anda kebetulan memiliki pola pikir bahwa “bisnis adalah serangkaian tindakan yang penuh resiko”, maka nasib Anda dapat dipastikan tidak akan menjadi seorang pebisnis. Pola pikir, yang dalam NLP disebut programming akan menentukan nasib si pemilik program itu. Bila saya memiliki program bahwa “menulis adalah serangkaian tindakan yang mengasyikkan” maka nasib saya hari ini menjadi penulis.
Programming, merupakan pemandu tindakan menuju hasil. Bila saya memogram pikiran saya bahwa “hidup adalah serangkaian tindakan yang menggairahkan”, nyaris setiap detik aktifitas saya merasa bergairah dan penuh semangat. Anda pun mulai saat ini dapat memrogram pikiran Anda sesuai dengan apa yang ingin Anda inginkan.
Dari uraian di atas, yakni neuro, linguistic, dan programming, dapat diambil simpulannya (generalisasi)-nya. Neuro mengacu pada peran sel-sel syaraf otak dan fungsinya dalam menerima situmulus (informasi) dari luar. Linguistic, lebih terkait erat dengan peran bahasa sebagai media komunikasi dengan diri sendiri (intra-communication) dan inter-communication. Programming menyangkut soal perilaku yang terpola. Apabila menurut Vygotsky3 bahwa bahasa merupakan mental tool yang berguna untuk mengontruksi pengengetahuan (informasi) dan pengembangan diri, maka NLP (berikut peran bahasa) berarti seperangkat alat untuk mengonstruksi atau memogram pikiran (mental) agar seseorang bisa berkembang dan sukses.
Definisi
Banyak definisi tentang NLP. Ada yang menyebut psikologi ekselensi. Ini tidak lepas karena melalui teknik-teknik NLP seseorang memungkin dirinya akan tumbuh menjadi manusia excellent. Dari tidak tahu potensi dirinya yang tersmipan di pikiran bawah sadar menjadi sadar untuk mengoptimakannya.
Sebagain penulis NLP mendefinisikan sebagai studi tentang subjective experience. Ini terkait dengan pengalaman subjektif atau persepsi subjektif seseorang terhadap suatu peristiwa. Adalah sangat mungkin persepsi subjektifnya seseorang berbeda terhadap peristiwa yang sama. Contohnya, huruf “C” dapat dibaca cekung atau cembung sama-sama benarnya, tergantung sudut pandang pembaca. Satu gelas berisi air setengahnya, dapat dikatakan “setengah isi” atau “setengah kosong”. Masing-masing benar menurut sudut pandang subjektifnya.
Terkait dengan subjective experience, seseorang memandang bisnis sebagai aktifitas yang sangat menyenangkan, sebagaian lagi memandangnya sebagai hal yang memusingkan dan penuh resiko. Peristiwanya sama, yakni bisnis, namun persepesinya berbeda. Perbedaan ini tidak lepas dari nilai-nilai dan kepercayaan (belief) yang dimilikinya sebagai filternya. NLP sangat peduli dengan hal ini, yakni merubah sudut pandang yang keliru atas suatu hal secara ekologis dan nilai-nilai individual.
Sebagian lagi mendefinisikan NLP studi yang mempelajari teknik-teknik untuk merealisasikan program pikiran menjadi kenyataan. Atau mind to real (mind to muscle). Program yang kita rencanakan seringkali tidak jalan, tidak menjadi kenyataan. Hal ini karena apa yang kita programkan, apa yang kita pikirkan, belum sepenuhnya dijalankan oleh tubuh kita. Belum ada sinkronisasi antara program dalam pikiran dengan tubuh sebagai pelaksana. NLP mencoba memberikan teknik-teknik agar pikiran dan tubuh terjadi sinkronisasi. Sebab, sepanjang apa yang kita pikirkan belum membodi, belum menjasi badai biokimiawi yang memungkinkan tubuh menjadi siap melaksanakannya, maka apa yang kita pikirkan sulit untuk direalisasikan.
Dari sekian definisi, ada satu definisi yang menurut saya cukup representatif untuk mamahami apa itu NLP. Coolingwood (2005) mendefinisikannya “ NLP studies the way people take information from the world, how they describe it to themselves with their senses, filter it with their beliefs and value and act on the result”.
Dari definisi Coolingwood tersebut di atas bahwa NLP merupakan studi tentang: Pertama, bagaimana manusia mengabil informasi dari dunia sekitar melalui interaksi dan stimulus. Hasilnya, yakni sensing melalui apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan diolah oleh cortex dengan neuro-transmiternya, mengubahnya menjadi informasi yang tersimpan di pikiran. Apa yang tercatat dan tersimpan itu disebut representasi internal.
Kedua, bagaimana apa yang sudah direprenatasikan itu dapat dipahami oleh dirinya. Tentunya tingkat pemahamananya sangat subjektif --maka disebut subjective experience—sifatnya menurut tingkat pendidikan, kepercayaan/keyakinan,dan nilai-nilai subjektif lainnya. Menurut hemat saya, tidak saja bagaimana apa yang direpresentasikan itu dapat dipahami oleh diri sendir, tetapi bagaimana dapat dipahami oleh orang lain. Di sinilah pentingnya peran kebahasaan (linguistic). Apa yang Anda alami dalam hidup ini tidak cukup untuk dirinya sendiri tetapi akan lebih bermakna bila dikomunikasikan dengan orang lain melalui bahasa.
Ketiga, bagaimana hasil dari pemahaman itu. Atau bagaimana apa yang direprensentasikan ke dalam pikiran itu menjadi lebih bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Sebuah pengalaman, sebuah pemahaman subjektif bukanlah berakhir pada pemahaman itu sendiri, melainkan kebermanfaatan bagi dirinya dan orang lain jauh lebih penting. Sebuah pengalaman memasak misalnya kurang bermanfaat bila hanya diimpan dalam pikiran sebagai arsip. Namun apa bila dipraktikkan, take action, akan menjadi lebih bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
NLP sangat peduli dengan “acting on the result”, bukan hanya sekedar memahami dunia di sekilingnya, melainkan bagaimana semua pengalaman yang kita miliki menjadi kekuatan, menuju manusia sukses. Maka tidak heran kalau para ahli NLP menyebut NLP adalah program pikiran menjadi kenyataan, from mind to real. Singkatnya, bagaimana sebuah program pikiran benar-benar mem-body sehingga menjadi perilaku sukses.
Catatan: artikel ini bagian dari buku yang sedang saya tulis “NLPsebagai Teknologi Trasformasi Diri”. Buku NLP lain yang diterbitkan: The Art of Re-engineering Your Mind for Success”, buku “On Becoming A Personal Excellent”, buku “Self Empowering by NLP: Jangan Mau Seumur-umur Dibodohi Diri Sendiri”.